Aku memiliki dua buku biografi tentang beliau, buku yang sudah lama aku beli karena aku mengidolakan sosoknya. Kecerdasan dan kerja keras serta ketulusan dalam berkorban adalah hal yang aku pelajarinya.
Hari ini aku membaca buku biografinya yang berjudul Rudy “Kisah masa Muda Sang Visioner”. Beliau memang dikenal sejak muda senang dengan ilmu pengetahuan, belajar adalah rutinitas wajib yang tidak pernah ditinggalkan barang seharipun.
Kali ini aku akan membahas tentang bahasan yang cukup membuatku terarik, Halaman 108-109 tentang bagaimana Jerman bangkit dari kehancuran setelah kalah di perang dunia II. Jerman berhasil membalikkan ekonominya hingga surplus terus menerus dari 1951-1964, melampaui Negara-negara eropa barat, bahkan Inggris yang menjadi pemenang perang dunia II. Ini adalah keajaiban ekonomi Jerman yang biasa di sebut Wirtschafwuner .[1]*
Karena itu, pendidikan menjadi prioritas utama untuk Pemerintah Jerman. Tidak hanya menggenjot perekonomian, mereka juga menaikkan kualitas pendidikan dan para pengajarnya. Bahkan, mereka menggratiskan biaya pendidikan. Karena inilah yang membuat Jerman menjadi salah satu kiblat dunia pendidikan. Dan juga yang menarik perhatian BJ Habibie untuk menimba ilmu disana.
Ini bisa menjadi pelajaran dan teguran untuk kita sebagai Negara yang bukan “peserta” Perang Dunia. Jerman mengetahui hal vital yang sangat perlu perhatian untuk kembali bangkit dari kejatuhan. Pendidikan adalah kunci utamanya, menggratiskan biaya pendidikan artinya mengundang anak-anak terbaik bangsa untuk peduli akan ilmu pengetahuan yang membuat mereka memiliki keahlian dalam beberapa disiplin ilmu. Pak BJ Habibie menyadari sekali betapa pentingnya ilmu pengetahuan.
Beliau pernah berkata dalam salah satu wawancara bahwa setiap anak muda bangsa Indonesia ini harus memiliki disiplin dan kerja keras dalam belajar. “Untuk apa IQ kamu tinggi, tapi malas dan tidak disiplin” Tutur beliau
Artinya untuk menjadi The next Habibie, bukan meminta IQ tinggi, namun memaksakan diri untuk bisa lebih disiplin dan mendalami satu bidang ilmu. Setelah memiliki keahlian dalam satu bidang ilmu kemudian harus bisa bekerja sebagai team. Hingga masing-masing potensi yang dimiliki anggota team bisa disatukan dan membuat sebuah karya yang besar.
Aku merenung dan memahami betapa pendidikan haruslah menjadi prioritas suatu bangsa jika ingin menjadi kiblat dunia. Bukan hanya angan-angan semata, sedangkan para pejabat pemilik kebijakan hanya lebih fokus mengenyangkan “isi perut”.
Salah satunya mungkin dengan cara “mengendalikan” media untuk bisa merangsang minat generasi muda peduli akan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Hingga tontonan yang mereka lihat di media-media adalah edukasi yang kompetitif, sehingga persaingan sehat untuk menjadi yg terbaik bisa terwujud. Bukan topic yang tidak produktif yang selalu diangkat demi mendapatkan pundi-pundi rupiah, hingga anak-anak bangsa semakin kesal dan malas melihat media.
Dan dari situlah kemajuan suatu bangsa akan mulai terlihat. Rakyat biasa hanyalah bisa mengkritik dan pejabatlah yang memberikan solusi. Bukan membungkam siapa saja yang mengkritik sehingga mulut-mulut rakyat yang menginginkan perubahanpun menjadi bisu.
Pendidikan adalah yang menjadi perhatian penuh bagi sosok BJ Habibie. Ini bisa terbukti dengan yayasan yang beliau bantu dan bangun yang banyak bergerak di bidang pendidikan. Semoga kedepannya, akan lahir Habibie-habibie selanjutnya yang tidak kalah cerdas dan hebat dari Bacharuddin Jusuf Habibie .
*[1] Gina
S.Noer, Rudy, Bentang Pustaka, Cet keenam juli 2016, hal. 109
0 Komentar