Ada sebuah kisah yang menceritakan tentang kehidupan Imam Abu Hanifah. Beliau adalah seorang mufti yang sangat terkenal dalam urusan agama Imam madzhab Hanafi. Suatu hari datang seseorang kepada beliau dan berkata “aku kehilangan hartaku, harta itu aku timbun di sebuah tempat, kemudian turun hujan yang menghilangkan tanda tempat tersebut dan batu yang aku pergunakan untuk tanda pun hilang di terpa derasnya hujan. Aku tidak tahu harus berbuat apa untuk mendapatkannya kembali?”.
Kemudian Abu hanifah berkata, “fatwa apa yang akan aku sampaikan kepadamu dalam masalah ini? Namun baiklah, pergilah kamu pada waktu malam sehabis shalat isya untuk bermunajat kepada Allah Ta`ala dalam sholat tahajjud hingga terbit fajar. Kemudian ceritakan kepadaku kejadian yang kamu jumpai setelah mengerjakannya.”
Ketika tiba shalat fajar, sesesorang tersebut mendatangi Abu Hanifah sambil bertahlil dan berkata, “Aku telah mendapatkan hartaku.” Kemudian Abu Hanifah bertanya kepadanya, ”Bagaimana kamu mendapatkannya?” Lalu lelaki tersebut menjawab, “ ketika aku hampir berdiri untuk mendirikan shalat, kemudian aku teringat tempat penyimpanan hartaku itu. Aku ingat waktu turunnya hujan dan ingat arah mengalirnya air, kemudian aku ukur jarak sampai aku menemukan tempat hartaku itu.” Mendengar jawaban tersebut, Abu Hanifah tersenyum seraya berkata, “Demi Allah, aku mengetahui bahwasannya setan tidak akan membiarkanmu bermunajat semalaman bersama Rabb”.
Begitulah Iblis, ia sangat takut manusia sujud. Sehingga apapun harus diupayakan agar manusia lalai dan kehilangan nikmatnya sujud.
Kisah diatas telah menjelaskan kepada kita betapa licik dan culasnya iblis menggoda manusia. Dan juga kita bisa menemukan jawaban, bahwa harta yang semua manusia kejar dengan peluh keringat mereka adalah sesuatu yang tidak berharga dimata iblis. Ia lebih memilih untuk menghalangi manusia sujud beribadah pada Allah ta`ala. Ia sangat takut kehilangan teman, karena orang-orang yang tidak pernah sujud adalah sahabatnya iblis.
Melalui bisikan-bisikan halus yang ia hembuskan kepada manusia, membuat manusia lalai beribadah. Mungkin ini sering terjadi pada diri kita di hari-hari rutinitas. Lupa meletakkan sesuatu, kemudian ingat saat sudah takbiratul ihram, dan setelah salam lupa kembali. Seseorang yang mencari ide dalam pekerjaannya, namun buntu akalnya sulit menemukan sesuatu yang baru dan cemerlang, namun setelah berdiri saat sholat akan seolah-olah mendapatkan “wangsit”. Ide cemerlang pun dapat, dan selalu begitu. Setelah salam sholat, kembali lupa. Setelah ini kita harus waspada dan senantiasa berdoa memohon perlindungan Allah ta`ala.
Ini adalah cara-cara iblis menggoda manusia, sumpah dan janjinya yang tertera jelas dalam Al Qur`an surah Al A`raf : 16 telah ia buktikan. Ia terus mengganggu manusia, menyesatkan, menggoda, dan puncaknya adalah meninggalkan iman dan aqidahnya. Ia sudah mendapatkan jaminan neraka dari Allah ta`ala, namun ia butuh saudara yang banyak. Maka teruslah ia tidak berhenti menggoda manusia. Rela seorang hamba menanggalkan iman dari dadanya karena sebuah harta dan tahta.
Ada sebuah perkataan salah seorang ulama kontemporer mengatakan bahwa "sebenarnya manusia ini adalah orang yang tidur. Ia sadar dan terbangun setelah kematiannya,ia mengerti bahwa yang berharga itu sujud". Yang dimaksud adalah ketika ia masih hidup di dunia, mengejar kesenangan fana, harta ditumpuk, tahta didaki setinggi-tingginya, dan lain sebagainya. Padahal itu semua akan menjadi debu yang tidak berguna. Ketika sangkakala ditiupkan, Al Qori`ah menjelaskan bahwa gunungpun akan seperti kapas yang berhamburan. Semua fana tidak berguna. Saat setelah kematian, baru manusia sadar bahwa yang bermanfaat adalah sujud pada Rabbnya.
Menjadi santri merupakan sebuah status yang memiliki kemuliaan. Karena tinggal dilingkungan pondok pesantren, keilmuan dan kedekatan pada Rabb adalah sebuah rutinitas yang malu untuk ditinggalkan. Sehingga para ibu dan ayah yang memiliki anak seorang santri, berarti ia telah memiliki sesuatu yang berharga. Anak muda yang rela meninggalkan kesenangan demi mendekatkan diri untuk beribadah sangat sulit ditemukan pada masa-masa seperti ini. Teknologi dan informasi yang tidak terbatas, jangkauan media sangat jauh sampai kepelosok negeri. Semua berada di satu benda kecil yang bernama gadget.
Dan nanti pada akhirnya semua akan menyadari bahwa menjadi seorang hamba yang taat dan mencintai agama adalah sebuah pilihan yang sangat berharga. Karena kehidupan setelah kematian (akhirat) adalah kehidupan yang sebenarnya.
*referensi kisah diatas kami dapatkan dari buku Syeikh Muhammad Mutawakkil Asy Sya`rawi yang berjudul "Rahasia Setan yang paling Pribadi" terjemahan dari buku asli berjudul "Adawatus Syaithan lil Insan"
0 Komentar