Kalau ini sahabatku satunya, yang kalau marah pada orang lain ia lampiaskan dengan memukul lemarinya sampai hancur. Kemudian setelah hilang marahnya, ia akan perbaiki lagi dan begitulah terus menerus. Kami memiliki group whats app yang bernama "M.......R". Tidak perlu terlalu jelas menulis namanya, nanti Mazir akan terkenal dan itu berbahaya. Baiklah, kita lanjutkan tentang sahabatku satu ini, Saidul Aksha namanya, bersahabat juga sejak kami menjadi santri Al Jauhar. Memanglah Al Jauhar telah menjadi saksi bisu persahabatan kami bertiga. Yah, meskipun kami bersahabat dengan Diamond lainnya, tapi kalau bertiga kami memang sudah dikenal di Diamond bahwa kami selalu bertiga.
Saidul Aksha namanya, eh, aku kan sudah sebutkan namanya di paragraf pertama tadi. Ngapain pulak aku sebutkan berkali-kali, tapi ya sudahlah, namanya sahabat memang harus begitu.
Aksha atau kami memanggilnya Adoel, dia ini adalah sahabatku yang tidak pernah menawar kalau membeli barang. Setiap belanja di pasar bersama, barang yang ingin dia beli selalu aku yang disuruh memilih, menentukan warna dan model, aku yang menawar, dan aku juga memberikan uangnya. Ia hanya bertugas sebagai pengambil uang dari sakunya. Itu saja, tak lebih.
Pernah suatu hari kami izin dengan ustadz untuk ke pasar, membeli sepatu pantofel. Sepatu ini adalah sepatu wajib bagi santri kelas tinggi di pondok kami. Maka kami membeli di pasar, nah saat berkeliling kesana-kemari, kemudian dapatlah satu tokoh yang banyak menjual sepatu dan kamipun menyimpulkan bahwa ini toko sepatu. Sepakat, ini toko sepatu.
Saat kami bertanya, sepatu pantofel warna hitam, si pemilik menawarkan warna putih dan nomor yang kami mintapun tidak ada. "Sebentar ya bang, biar saya ambilkan dulu" dia berlari ke toko lain untuk mencari sepatu yang kami mau
Selang beberapa menit, cukup lama untuk berdiri bagi kami, Pemilik tokopun datang membawa sepatu dan memberikan kepada kami sambil mengusap keringat di keningnya " ini yang ada bang, tak ada warna hitam, yang ada ini" Ia menyodorkan sepatu warna putih bernomor 43.
Kalian tahu, kami mencari sepatu warna hitam nomor 39 untuk ukuran kakinya ketika itu. Dan kalian tentu sudah bisa menebak bahwa kami akan pergi mencari toko lain untuk membeli sepatu yang dia mau sebagaimana niat diawal sebelum berangkat. Ya, tebakan kalian salah. Dia membeli sepatu putih berukuran besar itu.
Aku kaget dan tak mau banyak tanya, teruslah kami berjalan membeli baju bola salah satu tim papan bawah di liga Spanyol, kalian tidak tahu nama tim itu, tapi baiklah biar aku sebutkan saja agar membantu dia untuk dikenal. B.......A namanya. Tapi kita tidak perlu berdebat tentang tim ini, bukan itu tujuanku menulis ini.
"kenapa kau beli sepatu putih itu, kan kita disuruh beli sepatu hitam. itupun ukurannya besar kali, untuk 3 kakimu pun berlebih" ucapku kesal
"aku tak tahu, memang sepatu ini bukan ukuranku, warnanyapun putih, cepat kotor nanti" katanya dengan wajah polos tak berdosa
"ya udah, kenapa pulak kau beli" aku ngegas
"kasian dia, udah keringatan lari-lari cari sepatu, masak tak kita beli" jawabnya jelas dan padat
(kami pulang......)
Ya begitulah sahabatku satu ini, dia rela membeli barang atas dasar kasihan. Sampai pondok, sepatu itu tak ada yang pakai karena terlalu besar, dan diapun ke kelas dengan sepatu lamanya bermerek "kasihan". Sejak saat itu, kami bertiga melantik diri kami aku dan nugraha, untuk setiap barang yang akan kami beli, adoel tidak kami ikutsertakan rapat. Karena jawabannya pasti " terserah", "entah". Maka, sampai kami tamat menjadi alumni, semua barang yang kam beli bertiga selalu aku yang memilih dan menawarnya,
Ini sebenarnya rahasia, tapi biarlah. Kita diam-diam saja.
Namun demikian, aku selalu berdoa untuk kami bertiga agar terus bersahabat sampai matahari lupa terbit.
0 Komentar