Memaksakan keadaan adalah tindakan gegabah. Ini adalah kalimat yang tepat untuk siapa saja yang ingin menikah namun tidak ingin melalui proses. Seperti halnya yang telah aku dan istriku lewati, meskipun proses kami sangat singkat, namun bukan berarti tanpa proses. Bahkan proses ini tidak semua dilakukan oleh para kawula muda yang hendak menikah di zaman digital ini.
Ketika jatuh pilihanku padanya, aku meminta izin dan restu dari ibu dan bapakku, merekapun memintaku beberapa hari untuk sholat memohon petunjuk dari Allah ta`ala dan kami meminta bersamaan di tempat yang berbeda.
Berkat semua munajat kami dengan penuh harap agar Allah ta`ala memberikan ridhonya dengan mempermudah urusan kami. Akhirnya doa kami diijabah dan urusanku menikahinya benar-benar muda dan sangat tak kusangka akan seperti ini.
Satu poin yang ingin aku sampaikan di tulisan ini, bahwa aku mendapatkannya sosok wanita yang memenuhi keinginanku dan harapanku selama ini. Bahwa aku ingin memiliki istri yang pandai membaca Al Qur`an dengan baik agar kelak anak-anakku mendapatkan pendidikan Qur`an dari ibunya sebagai madrasah pertama.
Ia adalah santri yang memiliki kemampuan membaca Al Qur`an yang baik, sangat memenuhi kritesia yang aku inginkan. Suaranya indah saat melantunkan kalam ilahi tersebut, membuat hati merasakan ketentraman yang tak berkesudahan. Seperti terbang terbawa angin lembut yang meneduhkan jiwa yang gersang.
Akhirnya, hari pertama setelah pernikahan kami, aku memintanya membacakan satu surah dan aku menjabarkan isi ayat dalam surah tersebut. Kami saling melengkapi, suara merdunya yang tidak aku miliki dan pemahaman isi kandungannya yang belum sempat ia pahami dan kami saling memberikan satu sama lain.
Rasulullah Shallallahu `alaihi wassallam bersabda "Barang siapa yang membaca Al Qur`an dan mengamalkannya, maka ia akan mengenakan mahkota kepada kedua orang tuanya di hari kiamat yang cahayanya mengalah cahaya matahari yang menerangi ruma-rumah di bumi" (HR. Abu Daud).
Atas dasar inilah salah satu alasanku memilihnya, aku ingin anak-anak yang Allah ta`ala amanahkan pada kami nanti akan mempelajari Al Qur`an pada ibunya. Senantiasa sepanjang hari lantunan Al Qur`an yang selalu ia dengarkan saat ia belum bisa berbicara. Dan ketika ia sudah bisa membaca Al Qur`an dan menghafalkannya, maka akulah yang melanjutkan tugas menjelaskan isi kandungan ayat yang ia baca dan hafalkan agar ia bisa mengamalkannya. Dan menjadikan Al Qur`an pedoman hidupnya.
Itu semua tidak bisa aku limpahkan pada orang lain atau lembaga pendidikan, semua itu berawal dan diawali dari rumah. Jadi ketika aku sudah sah menjadi imamnya, aku sampaikan padanya bahwa aku ingin memiliki anak yang Al Qur`an adalah jiwanya, nafasnya, derap kaki langkahnya adalah bimbingan Al Qur`an, dan ia mengamini keinginanku.
Orang tua yang paling bertuah adalah mereka yang memiliki anak dengan Al Qur`an di hatinya. Seolah-olah Al Qur`an berjalan yang menjadi kebanggaan para orang tua. Karena hanya Orang tua yang anaknya ahli Qur`an yang mengenakan Mahkota itu, mahkota yang didapatkan di hari kiamat yang saat itu manusia ingin mendapatkan setetes airpun tidak bisa tanpa seizin Allah ta`ala.
Saat ini bahtera kami sedang berlayar dan akan mengarungi lautan kehidupan yang luas nan lama. Tidak ada tujuan yang paling baik kecuali sampai kepada pulau bahagia, menghembuskan nafas terakhir bersama-sama dengan dibawah naungan-Nya. Itulah doaku dalam setiap sujud dan di ujung malam penuh harap.
0 Komentar