Banyak yang mengadu dan mengeluh kepadaku, karena kerasnya latihan yang harus mereka jalani. Apapun yang mereka katakan, aku tidak pernah memperdulikan karena mereka belum merasakan apa yang telah aku rasakan. Mereka belum merasakan sakitnya pukulan lawan, tendangan keras yang menggoyahkan, dan mereka belum merasakan lemahnya setelah merasakan bantingan. Oleh karena itu, apapun yang mereka keluhkan, aku tidak hiraukan.
Berlari selama mungkin, berlari sejauh mungkin, dan lelah yang sulit di ceritakan. Aku memaksakan diri mereka untuk keluar dari batas kemampuan mereka. Banyak yang belum pernah berlari sejauh itu, hingga mereka memejamkan mata kehilangan pandangan, namun mereka tidak berani berhenti berlari, karena jika berhenti berlari berarti mereka berhenti mengejar mimpi.
Pukul,,,,, teruslah memukul. Pukul bukan sampai kau lelah, tapi sampai kau mati. Latihan ini memang menjijikkan, engkau membenci latihan ini, tapi jika engkau menghindari latihan berarti engkau kehilangan mimpi yang telah kau gantungkan.
Banyak cerita yang unik selama mereka berlatih. Dan itu akan menjadi kenangan terindah dalam hidup untuk di ingat suatu saat.
Aku selalu berteriak, memancing semangat mereka dengan bertanya " kalian wanita?, jika tidak berlarilah". Kalimat ini bukan mendiskriminasi wanita, namun memastikan bahwa lelaki haruslah tangguh dan berani layaknya sang Kesatria.
Menendang dan memukul, kemudian berlari lagi, melakukan itu secara berulang-ulang hingga tenaga sudah hilang. Muntah, banyak yang muntah mengeluarkan isi perut mereka karena paksaan dalam latihan. Itu semua mereka lakukan agar mereka bisa, yah dengan bisa, mereka harus terbiasa, hingga nanti menjadi luar biasa.
Namun, ada kejutan setelah itu. Mereka telah mengukir nama-nama mereka kedalam lembar sejarah Pondok ini. Bahwa ada suatu masa beberapa santri berjuang dengan kemampuan mereka yang tak terhingga kemudian mengharumkan nama Hidayatullah. Inilah hasilnya.
cerita ini bersambung!!!!

0 Komentar