Suatu hari Umar bin Abdul Aziz berkata kepada seorang budak perempuannya," wahai jariyah, tolong kipasi aku." Budak perempuan itu pun segera mengambil kipas, lalu dia mengipasi Umar bin Abdul Aziz. Tak laa kemudian, budak perempuan ini mengantuk dan akhirnya tertidur.

   Tiba-tiba, Umar bin Abdul Aziz terjaga dan melihat budak peremluan itu sedang tertidur dengan wajah merah dan mengeluarkan keringat. Umar pun mengambil kipas, lalu mengipasi budak perempuan tersebut. Beberapa saat kemudian, budak itu terbangun dan langsung memegang kepala sambil berteriak (karena merasa bersala telah tertidur). Umar pun berkata " kamu juga manusia sepertiku. Kamu mengalami kepanasan seperti aku mengalaminya. Oleh karena itu aku mengipasimu seperti kamu mengipasiku".

   Subhanallah, ini adalah uswah yang baik dari seorang Amirul Mukminin. Meskipun menjadi seorang pemimpin, tidak ada batasan secara manusiawi bagi siapapun. Karena seorang budak pun juga merasakan kelaparan, kelelahan, dan kepanasan. Umar menyadari bahwa tingkatan kemuliaan disisi Allah bukan dari pangkat yang didapat selama didunia, akan tetapi ketaqwaanlah yang membedakannya.

    Dewasa ini, kita sangat kehilangan sosok pemimpin seperti mereka yang rosyidin. Menjadi kepala negara ataupun daerah tetapi tidak angkuh dan sombong. Justru karena mereka para sahabat dan generasi salaf menjadikan Rasulullah sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari sehingga yang terlihat adalah ketentraman dan kasih sayang kepasa sesama.

    Sejarah haruslah kita jadikan sebagai rujukan dan referensi dalam kehidupan yang penuh dengan tantangan ini. Semua kebaikan dan keteladanan sudah tertulis dalam kitab sejarah yang di goreskan oleh orang-orang hebat terdahulu. Lantas, apa yang membuat kita malu dan enggan menjadikan mereka (sejarah) sebagai panutan dan acuan dalam kamus kehidupan.

  Umar telah memberikan contoh ke rendahan hati kepada kita semua khususnya kepada para pemimpin saat ini untuk memposisikan diri pada letak yang semestinya. Sehingga tidak ada yang terluka dalam sisi pandang jabatan yang  hakekatnya hanya sementara. Manusia, kita akan kembali ketanah yang selama ini berada dibawah alas kaki kita. Mengapa kesombongan melupakan hakekat diri kita yang sesungguhnya.