Engkau tidak tahu arti pengorbanan sebelum berkorban
Desember 22, 2016
Ini adalah beberapa buku-bukuku yang sudah beberapa lama aku mengoleksinya. Awal aku menyukai buku dan suka membaca karena aku saat itu dipertemukan seorang guru hebat yang menjadi inspiratorku. Ia selalu memberi semangat untuk terus membaca buku. Teman, tidak ada alasan lain untuk membuatmu memiliki wawasan selain membaca.
Ketika engkau bergurupun, mereka akan memerintahkanmu untuk selalu membaca buku. Karena membaca buku adalah pintu untuk meraih ilmu.
Suatu hari saat aku awal menjadi santri di Al Jauhar, pengurusku dari kelas senior meminjam buku kepadaku dengan alasan bahwa dia terkadang suntuk dan tidak tahu apa yang akan dilakukan saat-saat seperti itu. Membaca buku adalah salah satu cara untuk membuat waktunya berharga. Ide bagus, mengisi waktu kosong dengan membaca.
Aku saat itu tidak terganggu dan tidak khawatir ketika dia meminjam bukuku, dia tanya apa bagusnya buku yang harus di baca. Maka aku langsung ke lemari tempat bukuku bersemayam dan mengambilkan sebuah buku menarik judulnya "Rasul juga Manusia". Buku itu menceritakan tentang bagaimana Rasulullah hidup, apakah seorang nabi berbeda dengan manusia pada umumnya.
Dengan senyuman ia sambut buku dari tanganku,"jaga ya kak, jangan sampai hilang". Pesanku padanya. Jujur, aku sangat takut jika ada yang meminjam bukuku dan dia menghilangkannya. Ternyata benar, kekhawatiranku terjawab, beberapa minggu aku tanya keberadaan bukuku itu. Dengan mudah dan tanpa beban dia mengatakan,"aduh diq, bukunya hilang. Lupa kakak letaknya dimana", apa boleh buat aku tidak bisa marah padanya. Alasan dasarnya adalah, karena dia pengurusku dan kalaupun aku marah toh tidak akan kembali juga. Sabar! Aku harus sabar.
Sejak saat itu aku mengalami trauma yang akut. Jika penyakit maka tingkatannya sudah stadium 3. Aku tidak mau lagi meminjamkan buku kepada orang lain. Mungkin saat mereka meminjam dan aku tidak berikan, dengan mudahnya mereka memberiku julukan "bakhil" atau pelit. Padahal aku tidak memberinya pinjam buku karena traumaki. Dan juga mereka tidak tahu bagaimana perjuanganku membeli buku-bukuku itu. Aku harus merelakan uang jajanku, tidak membeli makanan seperti temanku yang lainnya, harus menghemat sabun, dan bahkan terkadang aku minta-minta untuk mendapatkan sabun cuci. Banyak pengorbananku untuk memiliki buku, dan bahkan kedua orang tuaku tidak tahu bahwa aku memiliki buku-buku tersebut. Karena memang aku tidak pernah minta uang lebih, uang jajan yang di berikan untuk buku. Dua pilihannya, jika jajan tidak beli buku jika beli buku tidak jajan.
Artinya, kita harus berkorban untuk mendapatkan sesuatu yang besar. Buku-buku itu adalah benda berharga yang ada di lemariku saat itu, dan sampai sekarang aku sangat mencintainya. Jujur aku lebih takut kehilangan buku-bukuku dari pada kehilangan handphone. Lain nilai berharganya, kalian tidak akan mengetahui sebelum kalian sudah berkorban untuknya.
Nah, ada kekecewaanku yang belum sembuh selain patah hati. Buku yang hilang, teman, adik kelas, kakak kelas, yang meminjam bukuku ternyata juga menghilangkannya tidak amanah lebih tepatnya. Wanita, mereka santriwati Al Jauhar ketika itu. Meminjam bukuku dan tidak kembali karena di tangkap pengasuh. Aku marah dan kecewa. Marah sekali, marah kepada yang tidak amanah, dan juga kepada riayah putri yang menganggap bahwa membawa atau memiliki buku adalah pelanggaran. Dengan tegas dan jelas aku katakan, anggapan kalian SALAH!. JIKA MEREKA TAKUT MEMBACA BUKU. Jangan berharap kalian memiliki santri yang berwawasan luas, jangan harap.
To be continued!
0 Komentar