Pada suatu ketika Abu Qubaisy sedang berada di depan murid-muridnya,
seperti biasanya ia memberikan pengajian rutinnya. Setelah selesai memberikan
materi pokok pengajian, ia bertanya kepada murid-muridnya, “Maukah aku kisahkan
kepada kalian sebuah kisah yang intinya menunjukkan betapa besarnya karunia
Allah swt. kepada pemimpin yang selalu memperhatikan kesejahteraan rakyat?”
tanya Abu Qubaisy. “Mau, wahai guru.” jawab murid-muridnya. “Baiklah, dan
dengarkan baik-baik karena cerita ini sungguh sangat bermanfaat bagi kita semua,” jawab Abu Qubaisy. “Pada zaman dahulu, ada seorang Raja yang sangat besar pengaruhnya rakyatnya hidup aman dan tentram dan serba
kecukupan baik pangan, sandang atau papan.
Tapi, tiba-tiba datanglah suatu
musibah bencana kelaparan. rakyatnya kekurangan pangan. Sebagai seorang
pemimpin yang bertanggung jawab, sang Raja berfikir keras, bagaimana caraya
untuk mengatasi hal ini. Kalau dibiarkan bisa gawat, “Kisah ini terdapat dalam
kitab Bihar al-Anwar,” Abu Qubaisy memotong kisahnya sehingga para muridnya
merasa penasaran dan mau mendengar dengan penuh perhatian dan antusias. “Lalu
bagaimana tindakan sang Raja itu guru?,” tanya salah seorang muridnya. “Pada
suatu hari, Allah Swt memerintahkan kepada Nabi Hizqil, untuk menyampaikan
suatu khabar berita kepada seorang Raja bahwa kematiannya yang sudah dekat.”
“kontan saja Raja terbelalak matanya
mendengar kabaryang mengejutkan itu. Gara-gara
berita itu sang Raja kehilangan semangat dan harapan hidup. Karena
dia tahu Hizqil bukan seorang pembohong dan bicara sekenanya. Hizqil adalah
salah seorang Nabi Allah yang sangat jujur. Sejak saat itu sang Raja mengiisi
hari-harinya dengan mengurung diri di dalam kamar, berbaring terus berdo’a dan berdo’a di atas ranjangnya,
nafsu makan hilang. Ia benar-benar kehilangan semangaat hidup sehingga
badannya lemah dan kurus kering. Dalam kondisi yang putus asa itu. Ia berdo’a
dengan hati yang khusyu’ dan tawadhu’. Doanya itu adalah
Ya, Allah, berilah hamba-Mu ini sedikit kesempatan lagi. Biarkanlah
hamba membesarkan anak, menyantuni keluarga dan memperbaiki kesejahteraan
rakyat, agar rakyatku tidak ada lagi yang menderita kelaparan. Amin.
Ternyata do’a sang raja tersebut di
dengar dan dikabulkan oleh Allah SWT.
“Apa yang terjadi selanjutnya, wahai guru?” tanya murid penasaran.
Abu Qubaisy melanjutkan kisahnya, Kemudian, Allah memberikan perintah baru
kepada nabi Hizqil. Allah memerintahkan kepada nabi Hizqil untuk menemui sang Raja,
“Temuilah Raja dan katakanlah kepadanya bahwa Aku menunda ajalnya
hingga 15 tahun mendatang.” Nabi Hizqil berkata dengan nada protes, “Wahai
Tuhanku! Mengapa demikian?” Allah berfirman, “Hizqil, engkau hanya seorang
utusan-Ku. Tugasmu hanya menyampaikan perintahku dan mengajak kebaikan kepada
manusia kejalan yang lurus, yang kuridhai.” Mendengar jawaban itu, ia berfikir
dan berkata dalam hatinya, “Memang benar! Aku hanyalah seorang utusan yang
menyampaikan wahyu Allah kepada umatku. Segala sesuatu adalah urusan Allah.”
Kemudian Nabi Hizqil menemui sang Raja dan menyampaikan wahyu Allah yang diterimanya untuk sang Raja. Yakni sang Raja mendapat perpanjangan umur selama 15 tahun lagi, Bukan main gembiranya
sang Raja. Mulai saat itulah muncul kembali gairah hidupnya. Ia benar-benar
bersemangat memperhatikan rakyatnya. “Apakah gara-gara doa sang Raja agar
rakyatnya hidup sejahtera, wahai guru?” tanya salah seorang murid. “Benar,
gara-gara sang Raja mencurahkan perhatian yang besar terhadap kesejahteraan
rakyat, maka Allah juga memperhatikannya.” kata Abu Qubaisy menutup ceritanya.
‘”Bagaimana seharusnya menjadi seorang pemimpin yang baik itu,
wahai guru?” tanya murid. “Seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang
selalu memperhatikan semua persoalan rakyatnya, baik itu masalah sandang,
pangan, papan, pendidikan, keamanan dan lain-lainnya. Pemimpin yang demikian,
insya Allah akan terhindar dari mara bahaya dan mendapat anugerah perpanjangan
umur dari Allah swt. “Wah! Sungguh hebat ya, guru kepada seorang Raja yang
memperhatikan kesejahteraan rakyatnya, Allah mengabulkan do’anya, sehingga
membuat seorang Nabi menjadi iri padanya.” Komentar salah seorang murid sambil
bubar.


0 Komentar