Kaum kafir Qurays tak henti-hentinya dalam menggalang kekuatan untuk menghancurkan umat Islam. Saat itu, umat Islam masih terlalu kecil dan lemah. Maka tak heran jika kaum kafir Qurays masih menduduki pos-pos terpenting diberbagai bidang termasuk menguasai ekonomi rakyat di Madinah. Ketika itu, ada seorang tokoh yang sudah memeluk agama Islam, namanya Abu Thalhah.
Ia adalah seorang petani kaya raya, memiliki kebun kurma yang sangat luas di kota Madinah. Ia adalah orang yang paling pertama menyambut saudara kaum Muhajirin, dengan merelakan harta bendanya. Ia juga mewakafkan sebidang tanahnya untuk pembangunan masjid. Dari masjid inilah, kelak Rasulullah mulai dakwah bersama kaumnya untuk memulai kegiatan dakwah, pertanian, dagang dan menjalankan roda pereko-nomian. Disamping itu, Rasulullah juga mulai merintis strategi pemerintahan untuk meraih perjuangan, sehingga umat Islam semakin hari semakin bertambah banyak.Tentu saja hal ini menambah kebencian para kaum kafir Qurays semakin menjadi jadi.
Ia adalah seorang petani kaya raya, memiliki kebun kurma yang sangat luas di kota Madinah. Ia adalah orang yang paling pertama menyambut saudara kaum Muhajirin, dengan merelakan harta bendanya. Ia juga mewakafkan sebidang tanahnya untuk pembangunan masjid. Dari masjid inilah, kelak Rasulullah mulai dakwah bersama kaumnya untuk memulai kegiatan dakwah, pertanian, dagang dan menjalankan roda pereko-nomian. Disamping itu, Rasulullah juga mulai merintis strategi pemerintahan untuk meraih perjuangan, sehingga umat Islam semakin hari semakin bertambah banyak.Tentu saja hal ini menambah kebencian para kaum kafir Qurays semakin menjadi jadi.
Mereka merasa khawatir kehilangan kekuasaan, kewibawaan dan lebih khawatir lagi adalah jatuh martabatnya. Lain halnya di dalam ajaran Islam yang tidak memandang pangkat, kekayaan, keturunan, tetapi yang terpenting adalah ketakwaan kepada Allah Swt. Ia disamping kaya raya, dan memiliki kebun yang sangat luas. Didalam kebun itu ada sumber mata air, yang terkenal dengan nama Birba. Airnya cukup subur dan cukup untuk memberikan minum sehari-hari, sehingga harga kebun itu menjadi sangat mahal. Pada suatu hari, Abu Thalhah kedatangan tamu pemimpin kafir Qurays, yang bernamaAbu Ya’la. Dia pura-pura mengaku dirinya seorang muslim, lalu berkata, :
“Selamat jumpa wahai, Abu Thahah,” Kata Abu Ya’la.
“Selamat datang sahabatku Abu Ya’la,” jawab Abu Thalhah. Sejenak kemudian,
Abu Thalhah melanjutkan pembicaraannya, “Ada apa gerangan anda datang kemari?,”
tanya Abu Thalhah.
“Wahai Abu Thalhah, aku punya berkeinginan membeli kebunmu, bagaimana
tanggapanmu?,” tanya Abu Ya’la.
“Maaf, Abu Ya’la,” jawab singkat Abu Thalhah.
Abu Ya’la menyambung lagi pembicaraannya, “Sebenarnya umat Islam sangat memerlukan bantuan, lebih-lebih kaum Muhajirin. Jika engkau mau menjualnya aku akan membelinya dengan harga berapa saja yang engkau inginkan asalkan masih dalam batas wajar. Yang penting kami bisa memiliki telaga itu, demi kelancaran perjuangan umat Islam itu,” demikian tutur Abu Ya’la mulai berbohong. “Abu Ya’la, aku mendengar kata-katamu itu meng-gerakkan hatiku, tetapi akubelum yakin benar dengan ucapanmu itu. Sebab selama ini engkau adalah musuh kaummuslimin. Kenapa engkau berbuat demikian?” tanya Abu Thalhah penuh selidik.
“Itu dulu sahabatku, sekarang aku sudah sadar, bahwa Nabi Muhammad saw, perludukungan dari kita orang-orang kaya. Karena itulah, aku datang menghadapmu, untuk berunding denganmu, kami akan membeli kebun Birba milikmu itu berapapun harganya, aku akan setuju, kemudian aku berikan hasilnya untuk perjuangan umat Islam,” tegas Abu Ya’la.
Abu Thalhah masih diam belum memberi jawaban. Lalu ia pergi menjumpai Rasulullah meminta pendapat Setelah Abu Thalhah menanyakan kepada Rasulullah Saw:
“Ya Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang Abu Ya’la yang kedatang dan ia
bermaksud membeli tanahku atas nama umat Islam,” tanya Abu Thalhah. Nabi mejawab,
“Jangan! Jangan engkau menjualnya, karena dia hanya ingin menipumu saja.”
“Pantas saja ia merayuku hanya untuk membeli kebun sekalian telaganya, agar
umat Islam tidak bisa lagi meminum dan kekurangan air, akibatnya Islam menjadi kalah,”
demikian gumam Abu Thalhah dalam hati. Lalu Abu Thahah kembai meneui Abu Ya’la.
Abu Ya’la bertanya lagi, “Bagaimana Abu Thalhah?”
“Abu Ya’la, berapapun harganya engkau menawarkan, kami tidak akan menjual
kebun beserta telaga Birba itu. Karena kami sangat membutuhkannya,” jawab Abu Thalhah.
Mendengar jawaban itu Abu Ya’la menjadi merah padam mukanya, sebab tipu dayanya tidak berhasil untuk mengelabui umat Islam. Namu demikian, Abu Ya’la masih mempunyai cara yaitu mengumpulakan para saudagar kaya untuk berunding bagaimana caranya untuk memiliki kebun itu. Akhirnya kebun-kebun itu dapat di belinya, kecuali kebun dan telaga Birba.
Semakin hari Abu Thalhah semakin tekun beribadah di masjid disamping kebun dengan Birbanya itu. Lagi-lgi Abu Thalhah dikejutkan oleh kedatangan rombongan Abu Ya’la, dan berkata, “Ya Abu Thalhah, kami datang untuk menjengukmu selain itu kami ingin membeli kebun beserta Birba itu, berapapun harganya yang kau minta tinggal sebutkan saja. Katakanlah berapa yang kau mau, jika mau menjual kebun dan telaga Birba itu, kami tidak keberatan akan mengangkatmu sebagai pemimpin kami, bagaimana?”
“Tidak! Sekali lagi kami katakan, tidak akan menjualnya,” jawab Abu Thalhah
singkat.
“Kenapa?,” tanya Abu Ya’la.
“Aku tahu engkau akan menipuku,” tegas Abu Thalhah.
Setelah mendengar jawaban itu, Abu Ya’la merasa putus asa. Untuk menyelamatkan itu Abu Thalhah mendatangi Rasulullah. katanya, “Ya Rasulullah saw. kami wakafkan sebidang kebun bersama telaga Birbanya sekalian, aku serahkan kepada engkau untuk perjuangan umat Islam. Karena bagiku harta tidak selamanya membuat hati tenang, dan dapat mengganggu kekhusu’an dalam ibadah,” kata Abu Thalhah. “Alhamdulillah. Engkau adalah seorang pejuang yang sejati. Kata nabi saw.
0 Komentar